Surat Makkiyyah dan Suran Madaniyyah




BAB I
PEMBAHASAN

A.      DEFINISI SURAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Dalam mendefinisikan surah makkiyah dan madaniyah, terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama, sebagian mendefinisikan berdasarkan tempat, sebagian lain berdasarkan mukhatab (orang yang diajak bicara) dan ada juga yang berdasarkan waktu.[1]
1.      Definisi berdasarkan  tempat; makki adalah ayat al-qur`an yang  di turunkan di Makkah walaupun  Nabi hijrah ke Madinah, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah adalah termasuk surah Makkiyah.  Sedang Madani adalah ayat-ayat al-qur`an yang di turunkan di Madinah, seperti surah turun Uhud dan Badar adalah termasuk dalam ayat Madaniyah.
Contoh ayat yang di turunkan selain Mekah dan Madinah adalah
Artinya; dan tanyakanlah kepada rasul-rasul kami yang telah kami utus sebelum kamu: “adakah kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang maha pemurah?” (QS. Az-Zaukhruf [43]:45)
Ayat inni di turunkan di Bait Al Maqdis ketika malam isra` mi`raj. Maka definisi ini tidak bias merengkuh istilah Makki dan Madani secara komprehensif, Karena itulah para ulama tidak menyebut definisi ini sebagai definisi yang ideal.
2.      Definisi berdasarkan mukhatab; makki adalah ayat-ayat berbicara dengan orang-orang Mekah. Sedangkan Madani adalah  ayat-ayat yang berbicara dengan penduduk Madinah. Berdasarkan definisi ini maka ulama mengatakan, setiap ayat yang diawali dengan lafadz; ياأيهاالناس Adalah Makki karrena mayoritas penduduk Mekah ketika itu belum beriman (Kafir) dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW., dan ayat yang diawali dengan lafadz: ya ياأيهاالذين آمنوا Adalah Madani karrena mayoritas penduduk Madinah sudah beriman.
Beberapa ulama sepakat dengan pendapat ini juga  memasukkan ayat yang dimulai dengan lafazd يآبني آدمke dalam ayat Makkiyah. Abu Ubaid misalnya, meriwayatkan dalam kitabnya, Fidha`il Al-Qur`an, dari Maimun bin Mahran, dia berkata; “setiap ayat dalam Al-qur`an yang ada lafadz ) (يآأيها الناسatau (يآبني آدم) adalah Makkiyah, dan setiap ayat yang ada lafadz يآأيها الذين آمنو adalah Madaniyah.[2]
Namun dalam definisi ini, para ulama juga bersifat sama seperti apa yang lakuakan atas definisi pertama, para ulama menolak definisi Makki dan Madani perspektif kedua ini dengan dua alas an; definisi ini tidak jami` dan mani` karena lafazd-lafazd di atas. Contohnya firman Allah SWT di bawah ini…
             يأيها اللنبي اتق الله ولاتطع الكفرين والمنفين ؛ إن الله كان عليما حكيما (الاحزب:1)
Artinya; Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafirdan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana. (QS. Al-Ahzab [33]:1).
Dalam Al-Munafikun Allah SWT. Juga ver
إذا جآءك المنفقون قالوا نشهد إنك لرسول الله ’ والله يعلم إنك لرسوله, والله يشهد إن المنفقين لكذبون (المنفقون:1)
Artinya; apabila orang-orang munafik dating kepadamu, mereka berkata: “kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu rasul-rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS. Al-Munafiqun [63]1).
Kedua, pembaagian ini tidak berlaku bagi setiap ayat yang ada dalam Al Qur`an, karena ada juga ayat-ayat Makkiyah yang di awali dengan (يآأيها الذين آمنو). Begitu pula sebaliknya, ada ayat-ayat Madaniyah yang diawali dengan (يآأيها آلناس). contohnya adalah surat An Nisa` adalah Madaniyah tetapi pada awal surat ini Allah berfirman: يآ أيها الناس اتقوا ربكم.......الآية
3.      Definisi berdasarkan waktu; Makki adalah ayat-ayat yang Al Qur`an yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Sedangkan madani adalah ayat-ayat Al Qur`an yang turun setelah Nabi hijrah ke Madinah.
            Berdasarkan definisi ini maka setandar sebuah ayat dapat dikatakan sebagai makkiyah dan Madaniyan adalah waktu hijrah, tanpa melihat tempat atau orang yang diajak bicara (mukhatab) oleh ayat tersebut. Ayat:
    “Hari ini telah aku sempurnakan agamamu, telahku cukupkan kepadamu nikmatku dan telahku ridoi Islam menjadi Agamamu.” (Al-Maidah:3
Termasuk dalam ayat atau surat Madaniyah walaupun ia diturunkan di Arafah ketika Haji Wada`, karena Haji Wada` terjadi pasca hijrah.
            Begitu pula dengan ayat:إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها    termasuk dalam ayat Madaniyah walaupun ia diturunkan di Mekah ketika fathu Mekah, begitu pula ayat-ayat yang diturunkan ketika Rasul SAW bepergian, seperti pembukaan surat Al-Anfal yang diturunkan di Badar juga ayat Madaniyah bukan Makkiyah karena ayat tersebut diturunkan setelah Nabi hijrah.
            Pendapat ketiga ini adalah pendapat yang paling masyhur di kalangan para ulama, dan mendapat pengakuan serta dukungan yang luar biasa, karena menurut mereka definisi ini adalah definisi yang jami` dan mani`. Imam Az Zarkasyi mengatakan bahwa definisi Makki dan Madani yang masyhur di kalangan para ulama adalah definisi ini. Senada dengan Az Zarkasyi, As Suyuthi dan Az Zarqani juga mengataka hal yang sama.

B.      KLASIFIKASI SURAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Perbedaan tempat dan konteks penurunan wahyu ternyata mengandung rahasia yang cukup menarik untuk dikaji dan diteliti. Maka para ulama pun mulai mengkaji lebih mendalam tentang ayat-ayat berdasarkan tempat dan keadaan di mana ia diturunkan. Kemudian mereka mengklasifikasikan ayat-ayat tersebut ke dalam beberapa kategori. Antara lain; Makki dan Madani, safari badhari, shaifi dan syita, laili dan nahari dan memberikan contoh pada tiap-tiap kategori tersebut. Hal ini menunjukan keseriusan ulama dalam membahas dan mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan Al Qur`an.
            Pertama, ilmu Makki dan Madani cakupannya lebih luas, jadi mengetahui Makki dan Madani secara langsung juga mengetahui kategori yang lain.
            Kedua, dua kategori ini juga banyak mengulas tentang proses pensyari`atan hokum Islam.
            Ulama telah membahas secara panjang lebar mengenai pembagian surah Makkiyah dan Madaniyah, misalnya Abu ja`far An Nahhas dalam An Nasihk wa Al Mansuhknya, Imam Al Baihaqi dalam Dalail An Nubuwahnya, Ibnu Dhurais dalam fadhailmAl Qur`annya, Abu Ubaid, Abu Bakar Al Ambari, Abu Al hasan bin Al Hashshar dan masih banyak lagi.[3]
Namun pendapat yang ideal diantara pendapat-pendapat ulama dalam masalah ini, sebagaimana disebutkan As Suyuthi dalam Al-Itqan, adalah pendapat Abu Al Hasan bin Al Hashshar dalam An Nasihk wa Al mansuhknya,[4] Al Hashshar mengatakan bahwa berdasarkan kesepakatan mayoritas ulama, surat-surat Madaniyah berjumlah dua puluh surat, sedangkan surat-surat yang diperselisihkan berjumlah dua belas surat dan selebihnya adlah surat Makkiyah.
Kemudian dalam Nashamnya Al Hashshar menyatakan secara berurutan sebagai berikut:
            Dua puluh surat yang sudah disepakati ulama adalah: surat Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa`, Al Ma`idah, Al Anfal, At Taubah, An Nur, Al Ahzab, Muhammad, Al Fath, Al Hujurat, Al Hadid, Al Mujadilah, Al Hasyr, Al Mumtahanah, Al Jumu`ah, Al Munafiqin, At Thalaq, At Tahrim, dan An Nas (HR.
            Sedangkan dua belas surat yang masih dalam perdebatan ulama, apakah ia termassuk dalam kategori makkiyah atau Madaniyah adalah: surat Al Fatihah, Ar Ra`d, Ar Rahman, Ash Shaf, At Taghabun, At tathfif, Al Qadar, Al Bayyinah, Az Zalzalah, Al Ikhlas, dan Al Mu`awwidzatain (Al Falaq dan An Nas).[5]
            Adapun surat-surat Makkiyah adalah selain surat yang telah disebutkan dalam dua kategori di atas yang berjumlah delapan puluh dua surat. Menanggapi surat-surat makkiyah ini Al Hashshar kemudian menyatakan dalam salah satu bait nadzhamnya bahwa, selain surat-surat yang disebutkan di atas berarti termasuk dalam kategori surat makkiyah.
            Dalam pandangan Dr. Subhi Shalih, jika sefinisi ideal untuk Makki dan Madani adalah definisi berdasrkan waktu.[6] Maka baik Makki maupun Madani dapat dibagi lagi ke dalam tiga fase; permulaan, pertengahan dan penutupan.
            Surat Makkiyah fase permulaan adalah; surat Al `Alaq, Al Muddatsr, At Takwir, Al A`la, Al Lail, Asy Syarh, Al `Adiyat, At Takatsur, dan An Najm. Sedang fase pertengahan Makkiyah adalah; surat `Abasa, At Tin, Al Qarri`ah, Al Qiyamah, Al Mursalat, Al Balad, dan Al Hijr. Ada pun fase penutup adalah; surat As Shaffat, Az Aukhruf, Ad Dakhan, adz dzariyat, Al Kahfi, Ibrahim, dan As Sajdah.[7]
Adapun surat-surat Madaniyah fase permulaan secara berurutan adalah; surat Al Baqarah, Al Anfal, Ali Imran, Al Ahzab, Al Mumtahanah, An Nisa`, dan Al Hadid. Fase pertengahan dimulai dengan surat Muhammad, At Thalaq, Al Hasyr, An Nur, Al Munafikun, Al Mujadilah, dan terakhir surat Al Hujurat. Sedangkan fase penutupan surat Madaniyah secara berurutan adalah surat At Tahrim, Al Jumu`ah, Al Maidah, At Taubah, dan An Nashr.[8]

Surat Makki fase permulaan adalah;
            Dilihat dari segi jumlahnya ayat-ayat makkiyah lebih banyak dibanding dengan ayat madaniyah. Dari ayat-ayat al-Qur’an yang berjumlah 6.236 itu, ayat-ayat makkiyah berjumlah 4.726 ayat, sedangkan ayat-ayat madaniyah berjumlah 1.518 ayat. Ini bearti bahwa tiga perempat dari jumlah ayat-ayat al-Qur’an adalah makkiyah.
 C.  CIRI CIRI  AYAT MAKKiYAH DAN MADANIYAH
Pada awalnya para ahli tafsir dalam membedakan antara ayat-ayat yang termasuk Madaniyah dan Makkiyah bersandarkan atas riwayat-riwayat dan bukti-bukti yang berisikan sejarah tentang surah atau ayat yang menunjukkan kapan diturunkannya ayat tersebut, apakah sebelum Rasulullah saw melakukan perjalanan hijrah ataukah sesudah hijrah. Dengan metode mempelajari riwayat-riwayat dan bukti tersebut, maka para ahli tafsir dapat mengetahui lebih jauh tentang berbagai surah dan ayat yang termasuk ke dalam Makkiyah dan Madaniyah serta mampu membedakan antara keduanya.
Setelah pengetahuan tentang hal di atas dapat mereka kuasai, maka mayoritas mereka beralih kepada ilmu perbandingan antara ayat-ayat dan surah-surah Makkiyah dan Madaniyah sebagaimana sejarah tentang keduanya telah mereka ketahui melalui bukti-bukti yang ada. Dengan memperbandingkan antara keduanya, mereka akan dapat mengetahui ciri-ciri umum surah dan ayat-ayat Makkiyah serta Madaniyah. Setelah itu, dari perbandingan ciri-ciri tersebut mereka membandingkan kembali dengan seluruh ayat dan surah yang belum diketahui waktu diturunkannya dalam riwayat-riwayat dan nas-nas yang ada. Bila ayat-ayat dan surah-surah itu sesuai dengan ciri-ciri umum yang dimiliki oleh ayat-ayat atau surah-surah Makkiyah, maka mereka akan dimasukkan ke dalam kelompok Makkiyah. Dan, sebaliknya bila ayat atau surah itu memiliki ciri umum yang mendekati ciri umum ayat atau surah Madaniyah, maka is akan digolongkan ke dalam kelompok Madaniyah.[9]
Di antara ciri-ciri umum dari ayat Makkiyah dan Madaniyah sebagiannya ada yang berkaitan dengan gaya bahasa dari ayat dan surah tersebut, seperti: bahwa pendeknya ayat atau surah dan kesamaan gaya bahasa dan irama adalah termasuk dari salah satu kelompok ayat Makkiyah. Dan, sebagian yang lainnya berkaitan dengan tema dan isi kandungan teks al-Quran itu, seperti: bahwasanya ayat yang menceritakan tentang kaum musyrik adalah ciri-ciri dari surah Makkiyah. Sementara surah yang menceritakan per. bincangan tentang Ahlulkitab adalah ciri-ciri dari surah Madaniyah.
Berikut ini akan kami sebutkan ciri-ciri dari gaya bahasa dan tema surah-surah yang termasuk ke dalam kelompok Makkiyah.
1.   Ayat dan surah-surahnya pendek dan ringkas serta memiliki kesamaan cara penyampaian atau gaya bahasanya.
2.   Ayat atau surah-surahnya berisikan seruan tentang dasar­dasar keimanan kepada Allah SWT, masalah wahyu, alam gaib, hari akhir, serta gambaran tentang surga dan neraka.
3.    Berisikan tentang seruan untuk memegang teguh akhldq al-karimah dan istiqamah dalam berbuat kebaikan.
4. Berisikan tentang perlawanan terhadap kaum musyrik dan memberantas cita-cita mereka.
5. Surah-surahnya banyak diawali dengan kalimat "wahai manusia" dan tidak menggunakan kalimat "wahai orang­orang yang beriman".
Yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa surah al-Hajj adalah suatu pengecualian karena, pada ayat-ayatnya, surah itu menggunakan kalimat "wahai orang-orang yang beriman", padahal ayat ini termasuk ke dalam surah Makkiyah. Ciri-ciri yang lima itulah yang merupakan ciri-ciri mayoritas yang terdapat dalam surah Makkiyah.1"
Adapun ciri-ciri umum surah Madaniyah adalah:
1.      Susunan ayat dan surah-surahnya panjang.
2.      Bukti-bukti kebenaran dan dalil-dalil yang dipergunakan lebih mengutamakan kebenaran-kebenaran agama.
3.      Di dalamnya berisikan tentang perlawanan terhadap Ahlulkitab dan seruan kepada mereka agar tidak berlebih lebihan dalam menjalankan syariat agama mereka.
4.      Banyak bercerita tentang orang-orang munafik dan problema-problema yang disebabkan karena mereka.
5.      Lebih banyak mengutarakan tentang sanksi-sanksi, hukum waris, hak dan aturan-aturan politik, sosial dan negara.



D.     KEGUNAAN MEMPELAJARI AYAT-AYAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH

Kegunaan mempelajari tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah itu kaarena sangat diperlukan dalam menafsirkan Al-Qur`an sebab dengan pengetahuan mengenai waktu dan tempat turunnya ayat dapat memahami suatu ayat dan menafsirkannya dengan benar. Nasikh dan Mansukh didasarkan pada pengetahuan tentang hal ini bila diantara dua ayat terdapat makna yang kontradiktif, maka yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas yang terdahulu.
            Meresapi gaya bahasa Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika. Hal yang demikian Nampak jelas dalam berbagai  cara Qur’an menyeru berbagai golongan: orang yang beriman, yang musyrik, yang munafik dan Ahli Kitab.
Ada pun kegunaan mempelajari ayat-ayat Makki dan Madani,
Pertama; untuk dijadikan alat bantu untuk menafsirkan Al Qur`an, sebab mengetahui mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan mentafsirkannya dengan tafsiran yang benar.sekalipun yan menjadi pegangan adalah pengertian umum lafazd, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh, bila diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang dating kemudian tentu merupakan nasikh yang terdahulu.
Kedua; meresapi gaya bahasa Al-Qur`an dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah. Sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti paling khusus dalam retoroka. Karakteristik gaya bahasa Makki dan Madani dalam Al-Qur`an pun memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicaara dan menguasai pikiran dan perasaannya serta menguasai apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan.

Ketiga; kita dapat mengetahui sejarah Nabi melalui ayat-ayat Qur`an. Sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW sejarah dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik dalam periode Makkah maupun Madinah. Sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan. Qur`an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah SAW, peri hidup beliau yang diriwayatkan ahli sejarah harus sesuai dengan Qur`an; dan qur`an pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.[10]

BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Dengan kita mempelajari tentang ULUMUL QUR`AN, terutama tentang definisi, klasifikasi dan kegunaan mempelajari surat Makkiyah dan Madaniyah, kita dapat mengetahui sejarah, dan di mana tempat Al Qur`an itu di turunkan. Dan kita juga bisa tahu di mana waktu, tempat, dan kapan surat-surat Al Qur`an itu diturunkan.
Kemudian kita juga bisa tahu, mana-mana suarat-surat yang dinamakan dengan surat Makkiyah dan Madaniyah, atau yang dinamakan dengan klasifikasi surat Makiyah dan Madaniyah. Kemudian kita juga bisa bagaimana kegunaan mempelajari surat Makkiyah dan Madaniyah.

  



[1] . Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar. Ulumul Qur`an, Ciputan Jak.Sel.hlm.54.
[2] . Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar. Ulumul Qur`an, Ciputan Jak.Sel.hlm.56.
[3] . Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar. Ulumul Qur`an, Ciputan Jak.Sel.hlm.61.
[4] . Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar. Ulumul Qur`an, Ciputan Jak.Sel.hlm.61.
[5] . Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar. Ulumul Qur`an, Ciputan Jak.Sel.hlm.62.
[6] . Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar. Ulumul Qur`an, Ciputan Jak.Sel.hlm.62.

[7] . Dr. H. Nasaruddin Umar. Ulumul Qur`an, Ciputan Jak.Sel.hlm.63.

[8] M. Baqir Hakim ,Ulumul Qur’an ,AL HUDA,Jakarta,2006,Hal 106.
[9] Drs. Rosibon Anwar, M.Ag.ULUMUL QURAN.CV PUSTAKA SETIA. BANDUNG.hlm 110-111.
[10] . http://pengajian Al Qur`an.blokspot.com/2010/03/pengeryian-Makkiyah-Madaniyah-dan.html.

 

Perang Salib dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Islam

 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Banyak pendapat dari kedua belah pihak, yakni pihak Islam (Timur) dan Kristen (Barat), untuk mendifinisikan sesuatu yang mereka katakana sebagai perang salib. Menurut pihak Islam, perang salib terjadi akibat sikap dan tindakan pihak barat yang memulai nya dengan menyebar dan meniupkan isu busuk bagi dunia timur mengenai adanya perang melawan Islam. Sementara itu, menurut pihak Kristen, sikap dan tindakan Timur yang mempersulit, bahkan mencegah umat Kristen mendatangi kota suci merrka di Jerussalem merupakan sebab satu-satu nya yang menimbulkan reaksi keras dan kobaran semangat perang bagi barat. Namun, di luar semua itu, perang salib merupakan salah satu perang terbesar sepanjang sejarah yang berlangsung kurang lebih dua abad lamanya, yakni sejak tahun 1099 sampai 1291. Perang salib terjadi secara besar-besaran sebagai tragedi berdarah yang memperebutkan satu kota suci agama Ibrohimiyah(Islam, Kristen dan Yahudi), yakni Jerussalem. Namun, karena pada waktu itu kekuatan Yahudi lemah, maka yang kentara ialah perang salib di pawangi oleh eksponen Islam dan Kristen.
Tentunya, untuk mengetahui berbagai hal tentang Perang Salib, sebenarnya selalu tidak bisa mengabaikan peran tokoh-tokoh tersebut. Mereka adalah orang-orang besar yang sangat penting kita ketahui.
Oleh karena itu, buku ini di hadirkan untuk tujuan tersebut. Buku ini berisi semcam biografi singkat tikoh-tokoh terkemuka dan paling terkenal dari kedua belah pihak dalam kesejarahan Perang Salib.
Selain mengetahui secara umum mengenai kehidupan tokoh-tokoh tersebut, kita juga dapat belajar tentang cara mereka menjadi orang besar lantaran sikap mereka yang gagah berani dan pantang sedikit pun mundur dari gejolak di medan perang.

Kita mengetahui bahwa panglima perang tidak hanya merupakan orang-orang yang tidak berprikemanusiaan yang hanya menawan, menyiksa, dan membunuh musuh-musuh mereka. Tetapi, kita juga tau bahwa mereka kerap pula di anggap sebagai orang-orang yang sangat bijaksana, setia pada prinsip, dan bersikap toleran.
Adapun contoh konkrit terkait itu adalah tokoh-tokoh besar, Shalahuddin al-Ayyubi dari pihak Islam ataupun Pangeran Frederick II dari pihak Kristen.[1]

B.     Rumusan Maslah
a.    Factor Agama. Sejak Dinasti Saljuk mengambil alih Jerusalem dari Dinasti Fatimiyah pada tahun 1077 M.
b.    Factor politik. Kekalahan Bizantium di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071.
c.    Faktor Sosial-Ekonomi pedagang-pedagang Eropa yang berada di Laut Mediterania memiliki ambisi untuk menguasai sejumlah wilayah potensial di Timur.
d.   Serta Christopher Tyerman membagi Perang Salib kedalam 9 periode.

C.   Tujuan
a.    Agar Mahasisiwa mengetahui bagaimana proses terjadinya Perang Salib.
b.    Dan mengetahui siapa-siapa saja yang terlibat di dalamnya.
c.    Serta dapat mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di dalam perang Salib.
d.   Dan siapa pun yang membaca makalah ini semoga mendapatkan ilmu pengetahuan.

PEMBAHASAN
A.   Factor Agama
Perang Salib adalah serangkaian ekspedisi militer yang diorganisasikan oleh Eropa Kristen terhadap kekuatan kaum muslimin di Timur Dekat untuk mengambil alih control atas Kota Suci Jerusalem. Perang ini berlangsung sekitar 2 abad lebih, yaitu sejak tahun 1096 M ketika perang pertama diserukan oleh pihak Eropa Kristen hingga tahun 1291 M saat tentara Salib di Timur dipaksa keluar dari Acre-Suriah yang merupakan pertahanan terakhir mereka.[2]
            Menurut Hafizh Dasuki, ada tiga faktor penyebab terjadinya Perang Salib. Factor agama. Sejak Dinasti Saljuk mengambil alih Jerusalem dari Dinasti Fatimiyah pada tahun 1077 M, orang Kristen merasa dipersulit dalam melaksanakan ibadah. Hal ini ditunjukkan oleh rombogan peziarah Kristen di bawah pimpinan Mitaz, pada tahun 1064, yang memimpin 7.000 orang peziarah bersenjata lengkap, “termakan” isu bahwa penguasa Jerusalem (Dinasti Saljuk) telah melakukan penganiyayaan terhadap peziarah Kristen terdahulu.

B. Factor Politik
Faktor politik. Kekalahan Bizantium di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071 dam jatuhnya Asia Kecil ke tangan Saljuk mendorong Kaisar Konstantinopel, Alexius I Comnenus II, pada tahun 1095 M, meminta bantuan Paus Urbanus II, Imam Katolik Roma, untuk kembali mengambil alih wilayah tersebut dan berharap menyatukan gereja Yunani  dan Roma. Kesediaan Paus memberikan bantuan ini di dasari keyakinan bahwa ia memiliki kekuasaan dan pengaruh besar terhadap para Raja Eropa. Saat itu, dunia Islam terpecah menjadi empat pusat kekuasaan, yakni Dinasti Fatimiyah di Mesir, Abbasiyah di Baghdad, Umayah di Spanyol, dan Saljuk di Asia Kecil, yang kesemuanya sedang mengalami kekacauan politik, perpecahan antardinasti, dan kegoyahan intern.
C.   Factor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi. Pedagang-pedagang Eropa yang berada di laut Mediterania mamiliki ambisi untuk menguasai sejumlah wilayah potensial di Timur. Ketika itu, kekuatan ekonomi Eropa terbagi menjadi tiga, yakni kaum gereja, kaum bangawasan, dan rakyat jelata.
Keadaan kaum rakyat jelata tertindas. Oleh sebab itu, ketika mereka diseru oleh pihak gereja untuk ambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan mendapatkan kebebasan dan kesejahteraan apabila perang dapat dimenangkan, mereka meyambut seruan itu dengan penuh antusias dan suka cita.
D.   Christopher Tyerman membagi Perang Salib kedalam 9 periode.
            Pertama, sejak tahun 1095 M sampai 1099 M. Hal ini ditandai oleh permintaan bantuan dari Kaisar Byzantium, Alexius I Comnenus, kepada Paus Roma untuk menyerang Turki Seljuk yang menguasai Jerusalem dan berbuat sewenang-wenang terhadap sejumlah peziarah Kristen.
            Pada tahun itu pula, di Dewan Clarmont, Paus Urbanus II menyerukan kepada umat Kristen untuk bergabung melawan Turki Seljuk. Ia menjanjikan bahwa siapa pun yang meninggal dalam perang ini akan mendapat pengampunan dosa dan balasan surge.
            Tentara Salib secara resmi berangkat ke Asia Kecil pada tahun 15 Agustus 1096 M. Kemudian, pada 19 Juni 1097, mereka berhasil menaklukkan Nicea dari kekuasaan Seljuk. Pada tahun 1098 M, mereka mengepung Antiokhia. Lalu, mereka mencapai Jerusalem pada 7 Juni 1099 M. Dan , pada 15 Juli, mereka menaklukkannya. Sepanjang periode ini, mereka telah berhasil membangun 4 kerajaan, yakni Kerajaan Jerusalem, Kerajaan Antiokhia, Kerajaan Edessa, dan Kerajaan Tripoli.
            Kedua, sejak tahun 1147 M sampai 1149 M. Setelah perjanjian damai, pada tahun 1147 M, tentang muslim menaklukkan Edessa. Hal ini memantik tergelarnya kembali Perang Salib. Sementara itu, di barat, tentara salib merebut Lisboa dan Tortosa dari tentara muslim.
            Tetapi, hingga tahun 1149 M, tentara Salib tidak dapat menaklukkan satu pun wilayah muslim di Asia Kecil. Bahkan, di antara panglima perangnya saling merebutkan wilayah kekuasaan. Pada periode ini, kemenangan ada di pihak umat muslim.
            Ketiga, sejak tahun 1187 M sampai 1192 M. Periode tersebut bisa dikatakan sebagai periode kebesaran Shalahuddin  al-Ayyubi. Pada tahun 1187 M, ia menaklukkan Jerusalem, setelah hampir satu abad Jerusalem dikuasai oleh Kristen, pada Pertempuran Hattin yang terkenal itu. Maka, Paus Roma kembali menyerukan Perang Salib. Selama periode ini, Shalahuddin menjadi tokoh yang tidak hanya dihormati oleh umat Islam, tetapi juga umat Kristen, karena terkenal kebijaksanaannya.
            Namun, pada tahun 1191 M, Richard the Lionheart merebut kembali Acre, Arsuf, dan Jaffa, serta menawan ratusan prajurit muslim. Tetapi, ia gagal merebut Jerusalem dari tangan Shalahuddin.
            Keempat, sejak tahun 1202 M hingga 1204 M. Perang Salib pada periode ini dimulai oleh Paus Innocent III dengan maksud mengusir Ayyubiyah Mesir. Karena keterbatasan dana, tentara salib saling berebut perlengkapan perang dengan Negara salib yang ada, termasuk Byzantium.
            Karena peperangan internal, tentara salib tidak bisa mengambil kembali Jerusalem. Dan, sebagian besar di antara mereka “menelan” kekalahan terhadap tentara muslim. Alih-alih hasil, peperangan mereka itu menimbulkan pertentangan besar antara Gereja Ortodoks di Timur dan Gereja Katolik Roma.
            Kelima, sejak tahun 1217 M sampai 1221 M. Pada tahun 1215 M, Dewan Lateran Keempat merumuskan kembali rencana untuk mengambil Jerusalem dari kekuasaan umat muslim. Pada tahun 1219 M, tentara salib merebut Damietta di Mesir. Kemudian, pada tahun 1221 M, mereka melancarkan serangan membabi buta di Kairo, pusat tentara muslim Ayyubiyah. Tetapi, Sultan Ayyubiyah al-Kamil mengembalikan kondisi dengan membabat hampir seluruh tentara salib dan menawan merka.
            Maka, sejak tahun  1221 M, pihak muslim dan Kristen menyetujui perjanjian damai selama 8 tahun. Tidak sampai ke tahun itu, tentara salib melanggar janji. Akhirnya, mereka melakukan perlawanan kembali.
            Keenam, sejak tahun 1228 M sampai 1229 M. Pada tahun 1228 M, dengan kelihaiannya berperang dan berdiplomasi, Kaisar Frederick II memimpin tentara salib dan berhasil menaklukkan Nazaret, Btlehem, dan Jurusalem.
            Pada tahun 1229 M, setelah gagal manaklukkan Mesir, Kaisar Frederick II membuat perjanjian damai dengan Al-Kamil. Perjanjian ini memungkinkan orang Kristen menguwasai sebagian besar Jerusalem, sedangkan orang muslim diberi kekuasaan terhadap Masjid Al-Aqsha. Perjanjian itu berlangsung sekitar 10 tahun. Al-Kamil, karena menyerahkan Jerusalem, banyak menunai kutukan dari pihaknya sendiri.
            Ketujuh, sejak tahun 1248 M sampai 1254 M. Pada tahun 1243 M, kaum Templar Kristen melanggar perjanjian perdamaian dan berkonflik dengan Mesir. Dan, pada tahun kedua, mereka menyerang Jerusalem. Umat muslim marah atas kejadian ini. Baybar, pemimpin pasukan tentara muslim, menghabisi mereka hanya dalam jangka waktu 48 jam.
            Oleh sebab itu, Lois IX memimpin tentara salib untuk menyerang Mesir sejak tahun 1248 M sampai 1254 M. Pusat mereka berada di Acre. Tetapi, mereka “menelan” kekalahan, dan tentara muslim pun tetap tak terkalahkan.
            Kedelapan, sejak tahun 1270 M hingga 1271 M. Perang Salib ini dimulai lagi oleh Lois IX pada tahun 1270 M. Ia bergabung dengan sisa-sisa Kerajaan Salib di Syria. Tentara salib kali ini hendak menaklukkan Tunisia. Tetapi, hanya 2 bulan berselang, Lois IX meninggal dunia.
            Kesembilan, sejak tahun 1271 M sampai 1272 M. Pada periode ini, Edward I memimpin tentara salib berperang dengan Baybar. Namun, usaha tersebut gagal total. Pada tahun beriktnya, mereka bergabung dengan tentara Mongol. Tetapi, tentara gabungan mereka di buat frustrasi oleh tentara muslim. Baybar pun berjanji untuk “membersihkan” Timur Tengah dari tentara salib.
            Dengan “jatuhnya” Antiokhia (pada tahun 1268 M), Tripoli (pada tahun 1289 M), dan Acre (pada tahun 1291 M), orang-orang Kristen dibantai oleh tentara muslim sehingga pemerintahan Kristen di Levant “habis kisahnya”.
            Namun, periode tersebut hanya satu dari sejumlah perspektif. Kenyataannya, pda tahun 1300-an, tentara muslim yang diwakili oleh Dinasti Turki Utsmani membalas dendam terhadap tentara salib dengan cara balik menjajah sebagai wilayah di Eropa. Hanya saja, hal itu lebih di anggap sebagai invasi politis Turki Utsmani.
            Penyerang terhdap Eropa diwakili oleh Siltan Bayazid Yuldrim yang di dalam buku ini juga dimasukkan sebagai tokoh muslim dalam Perang Salib. Pada tahun 1400-an, Turki Utsmani yang di pimpin oleh Mehmed II tidak hanya menjajah sejumlah kerajaan di Eropa, Asia, dan Afrika, tetapi juga berhasil “membersihkan” sisa-sisa tentara salib di Timur Tengah.
            Bahkan, Mehmed II berhasil menaklukkan Kekaisaran Byzantium, yang dengan demikian merupakan usaha pertama dari pihak muslim untuk menyudahi kekaisaran Kristen di Daratan Mediterania. Mehmed II dalam periode ini pun dikenal sebagai pembunuh Vlad Dracula, yakni panglima tentara salib yang “haus darah” dan telah membunuh ribuan umat muslim.[3]

E.   Pengaruh Perang Salib di Dunia Islam
Perang Salib yang terjadi sampai pada akhir abad XIII memberi pengaruh kuat terhadap Timur dan Barat. Di samping kehancuran fisik, juga meninggalkan perubahan yang positif walaupun secara politis, misi Kristen-Eropa untuk menguasai Dunia Islam gagal. Perang Salib meninggalkan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan Eropa pada masa selanjutnya.
Akibat yang paling tragis dari Perang Salib adalah hancurnya peradaban Byzantium yang telah dikuasai oleh umat Islam sejak Perang Salib keempat hingga pada masa kekuasaan Turki Usmani tahun 1453. Akibatnya, seluruh kawasan pendukung kebudayaan Kristen Orthodox menghadapi kehancuran yang tidak terelakkan, yang dengan sendirinya impian Paus Urban II untuk unifikasi dunia Kristen di bawah kekuasaan paus menjadi pudar.
Perubahan nyata yang merupakan akibat dari proses panjang Perang Salib ialah bahwa bagi Eropa, mereka sukses melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu yang saat itu berkempang pesat di dunia Islam, sehingga turut berpengaruh terhadap peningkatan kualitas peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya. Mereka belajar dari kaum muslimin berbagai teknologi perindustrian dan mentransfer berbagai jenis industri yang mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran di Eropa, sehingga peradaban Barat sangat diwarnai oleh peradaban Islam dan membuatnya maju dan berada di puncak kejayaan.
Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan kontribusi bagi pengebangan kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian warisan kebudayaan. Peradaban Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan demikian, Perang Salib itu telah mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya pada bidang material, tetapi pada bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya masa Renaisance. Hal tersebut dapat dipahami dari kemenangan tentara Salib pada beberapa episode, yang merupakan stasiun ekspedisi yang bermacam-macam dan memungkinkan untuk memindahkan khazanah peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat pada abad pertengahan.
Di bidang seni, kebudayaan Islam pada abad pertengahan mempengaruhi kebudayaan Eropa. Hal itu terlihat pada bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang meniru arsitektur gereja di Armenia dan bangunan pada masa Bani Saljuk. Juga model-model arsitektur Romawi adalah hasil dari revolusi ilmu ukur yang lahir di Eropa Barat yang bersumber dari dunia Islam.
Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan ke India yang mengelilingi Tanjung Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka untuk melakukan penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan upaya negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di Timur, termasuk Indonesia.
Bagi dunia Islam, Perang Salib telah menghabiskan asset kekayaan bangsa dan mengorbankan putera terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat menjadi korban. Gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh pasukan salib selalu didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak struktur masyarakat yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam dari umat lain.
Walaupun demikian, di sisi lain Perang salib membuktikan kemenangan militer Islam di abad pertengahan, yang bukan hanya mampu mengusir Pasukan Salib, tetapi juga pada masa Turki Usmani mereka mampu mencapai semenanjung Balkan (abad ke-14-15) dan mendekati gerbang Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga hanya Spanyol dan pesisir Timur Baltik yang tetap berada di bawah kekuasaan Kristen.[4]

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari kajian di atas dapat di simpulkan bahwa Perang Salib adalah Perang yang terjadi karena factor-faktor agama, politik dan sosial ekonomi. Dan perang ini sangat berpengaruh sekali terhadap dunia Islam.
B.     Saran
Setelah membaca, mempelajari, dan memahami isi makalah ini diharapkan seluruh pembaca mengaplikasikan ilmu yang didapat.





[1] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima), hlm. 77.
[2] Said Abdul Fattah Asyur, Kronologi Perang Salib (Jakarta: Fikahati Aneska, 1993), hlm. 21.
[3] Hafizh Dasuki, Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), hlm. 240.
[4] Prof, K, Ali Sejarah Islam (Tarikh Pramodern) 2003, hlm. 315.
 

Hai...cari pengetahuan atau cari tugas?

Pengetahuan anda akan bertambah, tugas anda akan terselesaikan...
Silahkan Klik di Sini