Renungan Hati

putar keduanya dan pejamkan mata lalu rasakan iramanya...


 

Makna Kunci

Key...!!!

883650
753159



Kunci adalah modal awal untuk membuka sesuatu yang terkunci








































Ketika kita mepunyai kuncinya  tetapi tidak tau hendak kemana kunci itu dibawa  maka akan sia-sial


Dapatkanlah kuncinya dan carilah jalannya
 

10 keys success



 Saya tidak bisa bernyanyi, tetapi saya akan tetap bernyanyi
Hanya karena saya tidak bisa Bernyanyi, bukan berarti saya tidak akan Bernyany..
Saya tidak harus ahli dalam melakukan sesuatu untuk melakukan sesuatu tersebut, karena saya akan membangun keahlian tersebut dari melakukan sesuatu tersebut.


  1. Keberanian untuk berinisiatif.
  2. Tepat waktu.
  3. Tenang melayani dan memberi.
  4. Membuka diri terlebih dahulu.
  5. Senang bekerja sama dan membina hubungan baik.
  6. Senang mempelajari hal-hal baru.
  7. Jarang mengeluh, profesionalisme adalah yang paling utama.
  8. Berani menanggung resiko.
  9. Tidak menunjukkan kekhawatiran (berpikir positif setiap saat).
  10. Comfortable in their own skin” Menutup-nutupi sesuatu maupun supaya tampak “lebih” dari lawan bicaranya.
 

Terbangun Karena Mu

 
 
Sebenarnya ini bukan saya yang membuatnya, ini karya orang lain, karena saya tertarik maka saya abadikan dalam post ini, dan saya pun tidak menemukan judul dari kata-kata ini sedangkan judul yang saya berikan hanyalah perkiraan saya saja, jadi jika ingin melihat kongkritnya silahkan kunjungi.......
 
 
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>*<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
Dulu di saat hati ini telah rapuh

Kau muncul sebagai semangat baru dalam hidupku

Kau adalah penyelamat hati ini

Dan seiring berjalannya waktu

Kau s
emakin larut ke dalam duniaku

Dirimulah pengisi hati yang sempat kosong

Dirimu jua yang memberi warna baru di setiap langkahku

Dan kini kusadari hati ini telah terpikat oleh segala pesonamu

Segala asa dan rasaku tlah ku curahkan hanya untukmu

Di setiap hembusan nafasku hanya ada bayangmu

Anganku pun selalu melayang jauh memikirkanmu

Dan hanya kaulah pujangga hati yang selalu menghiasi indahnya mimpiku

Andaikan dirimu tahu

Di setiap detik dalam hidupku

Hanya cinta yang terbesit dalam sanubariku

Cinta yang tulus hanya untukmu

Cinta yang membuatku jadi gila sendiri

Di setiap aliran darahku

Hanya rasa rindu ini yang ada

Rindu yang menggebu-gebu

Yang tiada pernah kurasakan selain denganmu

Dan sekali lagi,

Inilah cintaku untukmu

Yang akan selalu terukir manis di relung hatiku
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>*<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
 
 

Tugas makalah Hadist_Niat/Motivasi Beramal


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Niat/Motivasi Beramal

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِى حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّا بِ يَنِ نُفَيْلِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى بْنِ رِيَاحِ بْنِ رَزَ احِ بْنِ عَدِ يِّ بْنِ عَدِ يِّ بْنِ كَعْنِ بْنِ لُؤَيِّ بْنِ غَالِبِ الْقُرَيْثِىِّ العَدَ وِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: أِنَّمَااْلأَ عْمَالُ بِالنِيَاتِ وَأِ نَّمَا لِكُلِّ اْمْرِىءٍِ مَانَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَ تُهُ أِلَى اللهِ وَرَ سُوْ لِهِ فَهِجْرَ تُهُ أِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَ تُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْامْرَ أَ ةٌ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَ تُهُ أِلَى مَا هَجْرَ أِلَيْهِ. (متفق على صحته)

1.      Terjemahan Hadits
“Amir AL-Mu’min, Abu Hafs Umar bin Al-Khathtab r.a. bin Nufail, bin abdul Uzza, Bin Riyah, bin Abdullah bin Qurd Rajah bin “Adiy Ka’ab bin Luay, bin Galib keturunan Quraisy Al-Adawy, dia berkata bahwa dia mendengar Rasulullah SAW telah bersabda “Sesungguhnya sah atau tidaknya suatu amal, bergantung pada niatnya. Dan yang dianggap bagi amal tiap orang apa yang ia niatkan. Maka barang siapa berhijrah (menguasai dari daerah kafir ke daerah Islam) semata-mata karena taat kepada Allah dan Rasullullah.

2.      Tinjauan  bahasa
Kata penguat (ta’qid) dan untuk meringkas
:
أِنَّمَا
Seseorang, manusia
:
اِعْرِ ىءٍ
Meninggalkan suatu tempat  menuju ke tempat lain
:
اَلْهِجْرَةُ
Mendapatkan, mencapai
:
يُصِيْبُ
3.      Penjelasan hadits
Rasulullah mengeluarkan hadits di atas untuk menjawab pertanyaan salah seorang sahabat berkenaan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah Saw. Dari Mekah ke Madinah, yang diikuti  oleh sebagian besar sahabat. Dalam hijrah itu ada salah seorang laki-laki yang turut juga hijrah. Akan tetapi niatnya  bukan untuk kepentingan  perjuangan Islam, melainkan menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qais. Wanita itu rupanya sudah bertekan akan turut hijrah, sedangkan pada mulanya kali-laki itu memilih tinggal  di Mekah. Ummu qais hanya bersedia di kawini di empat tujuan hijrahnya Rasulullah Saw. Yakni Madinah, sehingga laki-laki itu pun ikut hijrah ke Madinah.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia niat di artikan sebagai maksud tujuan sesuatu perbuatan. [1]Berkenaan dengan niat, sebagian ulama mendefinisikan niat menurut syara’, sebagai berikut:
        اَلِنِّيَةُ هِيَ قَصَدُ فِعْلِ شَىْءٍ مُقْتَرَ نًا بِفِعْلِهِ
Artinya : Niat adalah menyengajakan berbuat sesuatu disertai (berbarengan) dengan perbuatan.
Orang yang berhijrah dengan niat ingin mendapatkan keuntungan dunia atau ingin mengawini seorang wanita, ia tidak akan mendapat pahala dari Allah SWT. Sebaliknya kalau seseorang hijrah karena ingin mendapat rida Allah SWT. maka ia akan mendapatkannya, bahkan keuntungan duniapun akan diraihnya.
Sebenarnya, hijrah yang  dimaksud pada hadits di atas adalah berhijrah dari Mekah ke Madinah karena saat itu penduduk Mekah tidak merespon da’ wah Nabi, bahkan mereka ingin mencelakai Nabi dan umat Islam. Akan tetapi, setelah Islam kuat, hijrah di atas lebih tepat diartikan berpindah dari kemungkaran atau kebatilan kepada hak. Namun demikian. niat tetap saja sangat berperan dalam menentukan berpahala atau tidaknya setiap hijrah, apapun bentuknya.
Para ulama telah sepakat bahwa niat sangat penting dalam menentukan sahnya suatu ibadah. Niat termasuk rukun pertama dalam setiap melakukan ibadah. Tidaklah sah suatu ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain, bila dilakukan tanpa niat atau dengan niat yang salah.
Niat dalam arti motivasi, juga sangat menentukan diterima atau tidaknya suatu amal oleh Allah SWT. Shalat umpamanya, yang dianggap sah menurut pandangan syara' karena memenuhi berbagai syarat dan rukunnya, belum  tentu diterima dan berpahala kalau motivasinya bukan karena Allah, tetapi karena manusia, seperti ingin dikatakan rajin, tekun, dan sebagainya. Motivasi dalam melaksanakan setiap amal harus betel-betel ikhlas, hanya mengharapkan rida Allah saja.[2]
 sebagaimana firman Allah SWT.:

Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.(Q.S. Al-Bayyinah: 5)[3]

Adapun yang dimaksud ikhlas menurut Sayid Sabiq dalam buku Islamuna adalah sebagai berikut:” Ikhlas adalah sikap manusia untuk menyengaja dengan perkataan, perbuatan, dan jihadnya, karena Allah semata dan karena mengharapkan keridhaan-Nya. Bukan karena mengharapkan harta, pujian, gelar (sebuton), kemasyhuran, dan kemajuan. Amalnya terangkat dari kekurangan-kekurangan dan dari akhlak yang tercela sehingga ia menemukan kesukaan Allah. "
Niat atau motivasi itu bertempat di dalam hati. Siapapun tidak akan mengetahui motivasi apa yang ada dalam hati seseorang ketika ia mengerjakan sesuatu, kecuali dirinya dan Allah saja. Dengan demikian, Allah SWT. mengetahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang memiliki motivasi balk ketika ia beribadah atau sebaliknya.[4]
Allah SWT. berfirman:

Artinya: Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui".  (Ali Imron : 29)[5]

Dengan Demikian, seseorang yang melakukan suatu amal dengan baik menurut pandangan manusia, tetapi motivasinya salah atau tidak ikhlas, hal itu akan sia-sia karena Allah tidak akan melihat bentuk zahirnya, tetapi melihat niat yang ada dalam hatinya. Rasulullah Saw. Bersabda  yang   artinya:
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah SAW, bersabda, Sesungguhnay  Allah AWT, tidak melihat bentuk badan danrupamu, tetapi melihat (memperhatikan niat dan keikhlasan dalam) hatimu.(HR. Muslim)
Dengan demikian orang yang tidak Ikhlas dalam melakukan perintah Allah SWT, misalnya untuk mendapatkan keuntungan dunia semata, Allah akan memberikan balasannya di dunia, tetapi Dia tidak akan memberikan apa-apa kelak di akhirat, sebagai firman-Nya:

Artinya: Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan Sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang Telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang Telah mereka kerjakan. (Qs. Al-Huud: 15-16)[6]

Jadi, tidaklah heran seseorang uang ketika hidup di dunia sudah melakukan amal kebaikan, namun di akhirat tidak menemukan apa-apa karena perbuatan tersebut tidaklah  secara Ikhlas sehingga amalnya bagaikan debu yang bertebaran, Bagaimanapun Allah mengetahui segala sesuatu yang ada dalam hati seseorang, dan tidak akan menerima begitu saja amal setiap orang sebelum melihat motivasi sebenarnya.[7] Alah SWT berfirman:

Artinya :   Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (Qs. AL-Furqan: 23)[8]

A.       Riya/Syirik Kecil

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّ اَخْوَ فَ مَا اَخَا فُ عَلَيْكُمْ الشِّرْ كُ اْلاَصْغَرُ وَالرَّيَاءُ. اَخْرَجَهُ اَحْمَدُ بِاسْنَا دٍ حَسَنٍ

1.     Terjemahan hadits
Dari Mahmud bin labid dia berkata : Rasulullah bersabda: sesungguhnya perkara yang akau khawatirkan menimpa kepadamu ialah  syirik kecil dan riya’ Riwayat Ahmad dengan sanad hasan.[9]
2.                            Tinjauan Bahasa
Paling takut (af’al tafdil)
:
أَحْوَفَ
Aku takut (akan)
:
أَخَافُ
Syirik (menyekutukan Allah)
:
اَلثِّرْكُ
Riya (berbuat sesuatu bukan Karena Allah Tetapi karena ada niat selainnya)
:
اَلِرِّ يَاءُ

3.  Penjelasan Singkat
Riya artinya usaha dalam melaksanakan ibadah bukan dengan niat menjalankan kewajiban dan menunaikan perintah Allah SWT, melainkan  bertujuan untuk dilihat orang, baik untuk kemasyhuran, mendapat pujian, atau harapan-harapan lainnya dari selain Allah.
Dan dalam kamus umum bahasa Indonesia riya berarti sombong ataupun congkak.[10] Sebagaimana telah disinggung dalam bahasa, niat orang yang beribadah dengan riya tidak akan mendapat pahala dari Allah SWT. Hal itu karena dalam ibadahnya tidak lagi murni karena Allah melainkan karena makhluk-Nya. Tak heran kalau riya sebagaimana bunyi hadis di atas dikategorikan sebagai syirik kecil. Dengan kata lain, hakikat amal mereka adalah penipuan belaka, dan itulah di antara perbuatan yang biasa dilakukan orang-orang munafik[11]. Allah berfirman:

Artinya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (Qs. An-Nisa: 142)[12]

Imam Al-Ghazali, dalam kitab Ihya Ulum Ad-Din, membagi riya menjadi beberapa tingkat, yaitu:
1.      Tingkatan paling berat, yaitu orang yang tujuan setiap ibadahnya hanyalah untuk riya semata-mata dan tidak mengharapkan pahala. Misalnya, seseorang yang melakukan shalat kalau di hadapan orang banyak, sedangkan apabila sendirian dia tidak melaksanakannya, bahkan kadang-kadang shalat tanpa   berwudlu terlebih dulu.
2.      Orang yang beramal dan mengharapkan pahala, tetapi harapannya sangat lemah karena dikalahkan oleh riya. Dia beramal ketika dilihat orang, sedangkan bila sendirian amalnya sangat sedikit. Misalnya seseorang yang memberikan sedekah banyak di hadapan orang, tetapi kalau sendirian ia memberikan sedikit saja sedekahnva.
3.      Niat memperoleh pahala dan riya seimbang. Kalau dalam suatu ibadah hanya terdapat salah satunya saja, misalnya menclapat pahala, tetapi ia tidak bisa riya, ia tidak mau melakukan ibadah. Demikian pula sebalikiiya. Hal itu berarti merusak perbuatan baik, yakni bercarnpurnya pahala dan dosa.
4.      Riya (dilihat orang) hanya pendorong untuk melakukan ibadah, sehingga jika tidak dilihat orang pun, dia tetap melakukan ibadah. Hanya saja ia merasa lebih semangat kalau dilihat orang.
Menurut Sayyidina Ali r.a. tanda-tanda orang riya ada tiga:
1.      Malas beramal kalau sendirian.
2.      Semangat beramal kalau dilihat banyak manusia.
3.      Amalnya bertambah banyak kalau dipuji oleh manusia dan berkurang kalau dicela manusia.
Syaqiq bin Ibrahim, yang diikuti oleh Abu Laits Samarqandi, berpendapat bahwa ada tiga perkara yang menjadi benteng amal, yaitu:
1.      Hendaknya mengakui bahwa aural ibadahnya adalah pertolongan Allah SWT., agar penyakit ujub dalam hatinya hilang;
2.      Semata-mata hanya mencari rida Allah SWT. agar hawa nafsunya teratur.
3.      Senantiasa hanya mengharap rida Allah SWT. agar tidak timbal rasa tamak atau riya.
Dalam Al-Quran, banyak ayat yang menerangkan kerugian bagi  orang-orang yang suka riya dalam beramal. Bahkan, dengan tegas dinyatakan bahwa orang yang riya akan celaka walaupun dia rajin beribadah.[13]
Allah SWT. berfirman:

Artinya : Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, Orang-orang yang berbuat riya, Dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Qs. Al-Maun: 4-7)[14]

Selain itu, riya pun akan menghapus pahala amal ibadah sebagaimana firman Allah :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (Tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Qs. Al-Baqarah : 264)[15]

Namun demikian, berbagai ancaman dan celaan terhadap orang yang riya tidak boleh membuat kita enggan melakukan amal ibadah karena takut termasuk orang yang riya dan amalnya menjadi sia-sia. Pepatah Arab mengatakan:
مَنْ خَافَ الذُّلَّ فِى الذُّ وَمَنْ خَافَ الْخَطَأَ فَى الْخَطَاءِ
Artinya : Barang siap yang takut kehinaan, (sesunggunya) ia telah hina, dan barang siapa yang takut  salah (sesungguhnay) ia telah bersalah.
Dengan kata lain, orang yang takut kehinaan dan kesalahan sehingga tidak mau berbuat apa-apa sesungguhnya ia telah hina dan berbuat kesalahan. Begitu pula, orang yang tidak mau beribadah karena takut dikatakan riya sesungguhnya itu termasuk orang yang riya.
Menurut Abu Bakar Al-Wasith, melenyapkan riya dalam beramal adalah utama. Akan tetapi jika belum dapat melakukan, kita tidak boleh berputus asa atau menghalangi kita untuk tidak melakukan amal tersebut karena takut riya.  Sebaiknya tetaplah beramal seraya memohon ampun atas riyanya, dengan harapan Allah SWT.[16]

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
·    Ikhlas adalah sikap manusia untuk menyengaja dengan perkataan, perbuatan, dan jihadnya, karena Allah semata dan karena mengharapkan keridhaan-Nya.
·    Dalam kamus umum bahasa Indonesia niat di artikan sebagai maksud tujuan sesuatu perbuatan.
·    Niat adalah menyengajakan berbuat sesuatu disertai (berbarengan) dengan perbuatan.
·    Riya artinya usaha dalam melaksanakan ibadah bukan dengan niat menjalankan kewajiban dan menunaikan perintah Allah SWT, melainkan  bertujuan untuk dilihat orang, baik untuk kemasyhuran, mendapat pujian, atau harapan-harapan lainnya dari selain Allah.
·    Dan dalam kamus umum bahasa Indonesia riya berarti sombong ataupun congkak.
·    Menurut Sayyidina Ali r.a. tanda-tanda orang riya ada tiga:
4.      Malas beramal kalau sendirian.
5.      Semangat beramal kalau dilihat banyak manusia.
6.      Amalnya bertambah banyak kalau dipuji oleh manusia dan berkurang kalau dicela manusia.


[1] WJS. Poerwarminta, Kamus Umum bahasa Indonesia,  balai Pustaka, 1976, h. 676
[2] Rachmat Syafei, Al-Hadis (akidah, akhlak, sosial, hukum), Pustaka setia, Bandung, 2003, h. 53-57
[3] Al-Quran terjemah, Medina Munawarah, h. 1084

[4] Rachmat Syafei, Al-Hadis (akidah, akhlak, sosial, hukum),..h. 58

[5] Al-Quran terjemah, Medina Munawarah, h. 80
[6] Al-Quran terjemah, Medina Munawarah, h.329
[7] Rachmat Syafei, Al-Hadis (akidah, akhlak, sosial, hukum),..h. 60

[8] Al-Quran terjemah, Medina Munawarah, h. 563

[9]  Mahrus Ali, Terjemah Bulughul Maram, Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995, h. 653
[10] WJS. Poerwarminta, Kamus Umum bahasa Indonesia,  balai Pustaka, 1976, h. 829

[11] Rachmat Syafei, Al-Hadis (akidah, akhlak, sosial, hukum),..h. 64

[12] Al-Quran terjemah, Medina Munawarah, h. 146
[13] Rachmat Syafei, Al-Hadis (akidah, akhlak, sosial, hukum),..h.67-68

[14] Al-Quran terjemah, Medina Munawarah, h. 1108
[15] Al-Quran terjemah, Medina Munawarah, h. 66

[16] Rachmat Syafei, Al-Hadis (akidah, akhlak, sosial, hukum), Pustaka setia, Bandung, 2003, h. 69-71
 

Makalah Periodesasi Perkembangan


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Periodesasi perkembangan adalah pembagian seluruh masa perkemabngan seseorang ke dalam periode-periode tertentu, dengan hal itu maka kami ingin membahas dan ingin memaparkan tentang hal-hal yang terjadi dalam periodesasi pada perkemabangan baik secara Biologis, Didaktis, serta Psikologis. Yang mana hal itu masih belum di ketahui oleh banyak orang di karenakan kurangnya pengetahuan serta pemahaman mengenai hal tersebut. Diharapkan dengan disajikannya makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terhadap periodesasi perkembangan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Periodesasi Biologis
2.      Periodesasi Didaktis
3.      Periodesasi
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Periodesasi Biologis
2.      Untuk mengetahui Periodesasi Didaksi
3.      Untuk mengetahui Periodesasi




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Periodesasi Pekembangan
Yang di maksud dengan Periodesasi  yaitu pembagian seluruh masa perkembangan seseorang ke dalam periode-periode tertentu. Sedangkan peskembangan adalah menunjukan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju kedepan dan tidak di ulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi peruban-perubahan yang sedikit banyak bersifa tetap dan tidak dapat diulangi.
Dalam studi ilmu jiwa perkembangan soal periodesasi ini. juga telah mengundang perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Perbedaan pendapat itu pada pokoknya bisa dikelompokkan menjadi dua. Pertama, adalah mereka yang merasa keberatan, atau tegasnya tidak setuju atas diadakannya periodesasi perkembangan. Dan yang kedua, adalah mereka yang tidak berkeberatan alias setuju, walaupun dengan catatan tetentu.[1]
B.  Periodesasi Biologis
Yang dimaksud periodesasi berdasarkan biologis adalah para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan seorang anak.[2]
 Pembagian masa perkembangan menjadi periode-periode tertentu, berdasarkan gejala berubahnya struktur fisik seseorang. Dengan kalimat lain, periodesasi yang disusun berdasarkan proses biologis tertentu.
Berdasarkan surah Al-Mu’Minun ayat 12-14:

Artinya : Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Q.S. Al-MuMinun : 12-14)[3]

Para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak. Dalam hal ini ada beberapa ahli dengan masing-masing pendapat mereka sebagai berikut:
1.      Menurut Aristoteles
la membagi masa perkembangan seseorang menjadi 3 periode, yakni sebagai berikut:
a.   Umur 0 -7 tahun, disebut fase anak kecil atau masa bermain. Fase ini diakhiri dengan pergantian gigi.
b.   Umur 7-14 tahun, disebut fase anak sekolah atau masa belajar yang dimulai dari tumbuhnya gigi. Periodesasi perkembangan baru dan diakhiri ketika kelenjar kelamin mulai berfungsi.
c.   Umur 14 -21 tahun, disebut fase remaja atau masa pubertas, yakni masa peralihan antara kanak­kanak dan masa dewasa. Periode ini dimulai sejak berfungsinya kelenjar kelamin sampai seorang anak memasuki usia dewasa.
2.      Menurut Sigmund Freud
Dalam menentukan periodesasi perkembangan, Freud berpedoman pada cara reaksi bagian tubuh tertentu yang dihubungkan dengan dorongan sexual seseorang. Lebih jelasnya, periodesasi perkembangan menurut Freud adalah sebagai berikut:

1)      Umur 0-5 tahun, disebut periode infantile, periode
kanak-kanak. Periode ini dibagi lagi menjadi:
a)      Fase oral, umur 0-1 tahun, anak mendapatkan kepuasan sexual melalui mulutnya, seperti mengisap jari.
b)      Fase anal, umur 1-3 tahun, anak mendapatkan kepuasan sexual dengan mempermainkan anusnya
c)      Fase falis, umur 3-5 tahun, anak dalam mendapatkan kepuasan sexual telah berkisar pada slat kelamin.
2)        Umur 5 -12 tahun, disebut periode latent, masa tenang karena dorongan sexual ditekan sedemikian rupa, sehingga tidak tampak menyolok.  Umur 12 -18 tahun, disebut periode pubertas, saat              Umur 18 -20 tahun, disebut periode genital, saat seseorang secara sungguh-sungguh mulai tertarik pada jenis kelamin lain, sekaligus menandai kedewasaan seseorang.
3.      Menurut Maria Montessori
Dalam menentukan periodesasi perkembangan, Maria Montessori mendasarkan atas kebutuhan vital seseorang, yang menurutnya ditandai dengan usaha menyibukkan diri pada hal-hal tertentu. Menurut Motessori, perkembangan seseorang dapat dibagi menjadi:
1)        Umur 0 -7 tahun, adalah periode penangkapan dan pengenalan dunia luar melalui alat panca indera.
2)        Umur 7-12 tahun, adalah periode abstrak, di mana anak mulai mampu menilai perbuatan manusia atas dasar konsepsi baik dan buruk, atau dengan kata lain ia telah mampu mengabstraksikan nilai­nilai kehidupan.
3)        Umur 12 -18 tahun, adalah periode penemuan diri dan kepekaan mass social, saat seorang anak telah menyadari keberadaannya di tengah masyarakat.
4)        Umur 18 tahun ke atas, adalah periode pendidikan tinggi, saat seseorang telah matang memasuki alam kehidupan sebagai orang dewasa.

4.      Menurut Charlotte Buhler
Dalam hal periodesasi perkembangan, Buhler mendasarkannya pada kecenderungan seseorang untuk mengenal dan menonjolkan diri dalam hubungan dengan dunia luar. Selengkapnya, Buhler membagi periode perkembangan sebagai berikut:
a.    Umur 0 -1 tahun, saat seorang anak mulai menampakkan dirinya untuk diakui oleh dunia luar. Fase ini antara lain ditandai:
1)      Anak bersikap reseptif; artinya bersedia menerima perangsang dari dunia luar.
2)       Tetapi pada saat yang lain ia merasa hLsing dari dunia luar.
b.              Umur 1- 4 tahun, saat seorang anak mulai memperluas hubungannya dengan dunia. luar. Fase ini ditandai oleh:
1)      Adanya semangat bermain pada anak-anak.
2)        Terjadinya pertumbuhan badan lebih lanjut.
3)      Terjadinya perkembangan kemauan yang semakin jelas.
4)      Terjadinya krisis pertama, mass degil, mass menentang.
c.              Umur 4 - 8 tahun, saat seorang anak secara intensif mulai menjalin hubungan pribadi dengan lingkungan social. Antara lain, fase ini ditandai dengan:
1)  Peralihan dari semangat bermain ke semangat bekerja.
2)  Seorang anak telah dapat bersikap obyektiE
3)  Pada diri anak mulai tumbuh rasa tanggung jawab.
d.      Umur 8 - 13 tahun, saat seorang anak tengah memuncak minatnya untuk mengenal dunia obyektif dan kesadaran mengenal "aku" nya. Ciri­ciri mass ini, antara lain ialah:
1)    Terjadinya pertumbuhan badan yang subur.
2)    Krisis terhadap diri sendiri, seperti kacau perasaannya.
3)    Terjadinya krisis kedua, yang sering disebut mass pancaroba, mass strum and drunk
e.       Umur 13 -19 tahun, saat seorang anak mencapai kematangan dan kesadaran penuh akan keberadaan dirinya di tengah masyarakat. Fase ini, antara lain ditandai oleh:
1)    Kesadaran diri anak semakin kokoh.
2)    Saat terbentuknya pandangan dan tujuan hidup seseorang.
5.      Menurut orang Jawa
Dengan menganut paham "Hasta Irama", sementara kalangan orang Jawa berpendapat bahwa setiap 8 tahun sekali terjadi perubahan pada kehidupan seseorang baik dalam aspek jasmani maupun kerohanian. Menurut paham ini, periodesasi perkembangan seseorang adalah sebagai berikut:
a.       Umur 0-8 tahun, disebut masa bayi dan masa kanak-kanak.
b.      Umur 8-16 tahun, disebut masa kanak-kanak sampai pemuda.
c.       Umur 16-24 tahun, disebut masa pemuda sampai dewasa.[4]
C.    Periodesasi Didaktis
Maksudnya adalah pembagian periode perkembangan atas dasar klasifikasi waktu, materi, dan cara pendidikan untuk anak-anak pada masa tertentu.[5] Yang dimaksud tinjauan  ini adalah dari segi keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik anak pada masa tersebut.[6] Adapun hadist yang menyetakan tentang didaktis adalah:

“Didiklah anakmu. Sebab engkau bertanggung jawab atasnya: apa yang  telah engkau didikkan kepadanya? Apa yang telah engkau ajarkan kepadanya? Ia akan bertanggung jawab untuk berbakti dan taat kepadamu.” (Hadist Riwayat Ibnu Umar r.a)[7]

Jelasnya periodesasi didaktis disusun dalam kaftan dengan usaha pendidikan. Dalam hal ini dapat dikemukakan rumusan sebagai berikut:
1)      Menurut Johann Amos Comenius
Berdasarkan tingkat sekolah yang dimasuki kanak-kanak, bagi Comenius, periodesasi perkembangan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Periodesasi Perk: .hangar,
a)   Urnur 0-6 tahun, masa scola maternal, sekolah ibu.
b)   Umur 6-12 tahun, masa scola vermacula, sekolah yang memakai pengantar bahasa ibu.
c)   Umur 12-18 tahun, masa scola Latina, sekolah yang memakai pengantar bahasa Latin.
d)   Umur 18-24 tahun, masa academia, saat seseorang memasuki perguruan tinggi
2)      Menurut Jean Jacques Rousseau
Dengan berpangkal pada tiga prinsip: perkembangan, aktifitas murid, dan individualisasi, dalam konsep pendidikannya, Rousseau membagi masa perkembangan sebagai beriut:
a.       Umur 0-2 tahun, disebut masa asuhan.
b.      Umur 2-12 tahun, masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera.
c.         Umur 12-20 tahun, masa pembentukan watak dan pendidikan agama.
3)      Menurut Undang-undang pokok pendidikan
Jenjang pendidikan di Indonesia menurut Undang­Undang Pokok Perididikan No. 4 tahun 1950 pasal 6, adalah sebagai berikut:
a)      Pendidikan tingkat taman kanak-kanak
b)      Pendidikan tingkat sekolah dasar.
c)      Pendidikan tingkat sekolah menengah
d)     Pendidikan tingkat perguruan tinggi.
Dilihat dari usia seseorang, maka pembagian tersebut menimbulkan rumusan periodesasi perkembangan sebagai berikut:
(1)   Umur 0 - 6 tahun, masa taman kanak-kanak
(2)   Umur 6 - 12 tahun, masa sekolah dasar.
(3)   Umur 12 - 18 tahun, masa sekolah menengah.
(4)   Umur 18 - 24 tahun, masa perguruan tinggi.
Agaknya, untuk kalangan Indonesia, walaupun periodesasi semacam ini berorientasi kepada kepentingan didaktif atau pendidikan pada umumnya, tetapi bisa dipergunakan dalam studi ilmu jiwa perkembangan. Oleh karena, tidak ada kepentingan lain yang lebih utama, dari pada pemanfaatan ilmu jiwa perkembangan bagi keberhasilan usaha pendidikan. Di samping, pembagian semacam ini mudah ditangkap dan dipahami oleh masyarakat lugs, mengingat pangkal tolaknya cukup dimaklumi dalam kehidupan sehari-hari.[8]
D.    Periodesasi Psikologis
Periodesasi psikologis, maksudnya adalah pembagian masa perkembangan atas dasar keadaan dan ciri-ciri khas kejiwaan anak pada periode tertentu.[9] Para ahli membahas gejala perkembangan jiwa anak, berorientasi dari sudut pandang  psikologis, mereka tidak lagi mendasarkan pada sudut biologis atau didaktis lagi. Sehingga mengembalikan permasalahan kejiwaan dalam kedudukannya yang murni.[10]  Pembagian semacam ini, antara lain ialah:
1.      Menurut Oswald Kroh
Dengan menitikberatkan terjadinya kegoncangan psikis pada diri seseorang. Kroh menyusun periodesasi perkembangan sebagai berikut:
a.   Umur 0 - 3 tahun, disebut masa trots (kegoncangan) pertama, atau masa kanak-kanak awal.
b.   Umr 3 - 13 tahun, disebut masa trots kedua, yaitu masa keserasian anak untuk memasuki sekolah.
Umur 13 - akhir remaja, disebut masa trots ketiga, atau masa kematangan seseorang.
2.      Menurut J. Havighurst
Berpangkal dari analisis perubahan psikis seseorang, menurut Havighurst, periodesasi perkembangan dapat disusun sebagai berikut:
a.     Umur 0 - 6 tahun, adalah masa infancy and early childhood, masa bayi dan masa anak kecil.
b.    Umur 6 - 12 tahun, adalah masa middle childhood, masa kanak-kanak, atau masa sekolah.
c.     Umur 12 - 18 tahun, adalah masa adolescence, atau masa remaja.
d.    Umur 18 - 30 tahun, adalah masa early adulthood, yaitu masa dewasa awal.
e.     Umur 30 - 50 tahun, adalah masa middle age, atau masa setengah baya, masa dewasa lanjut.
f.     Umur 50 tahun kekerasan atas, adalah masa old age, yaitu masa lanjut usia, atau masa tua.
3.      Menurut Kohnstamm
Dengan menitikberatkan terjadinya perubahan psikis pada seseorang, Khonstamm menyusun periodesasi perkembangan sebagai berikut:
a.      Umur 0 - 1 tahun, periode vital atau masa menyusu.
b.     Umr 1- 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain.
c.      Umur 6 - 12 tahun, periode intelektual atau masa sekolah.
d.     Umur 12 - 21 tahun, periode social atau masa pemuda dan masa adolescence.
e.      Umur 21 tahun kekerasan atas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.
Sampai di sini jelaslah, bahwa periodesasi perkembangan itu dapat disusun dalam rumusan yang bervariasi, masing-asing mempunyai dasar dan  maksud tersendiri. Seperti telah diuraikan terdahulu, paling tidak ada 3 macam landasan untuk menyusun periodesasi perkembangan, yaitu: dasar biologis, didaktis, dan  psikologis. Ketiganya, menurut hikmat penulis, sama­sama penting untuk diperhatikan. Tetapi yang lebih penting lagi, bahwa rumusan periodesasi perkembangan hendaknya tidak terlalu muluk-muluk, ruwet, teoritis, dan  asing bagi masyarakat kita. Oleh karena, dengan periodesasi perkembangan, maksudnya adalah untuk berkomunikasi tentang konsep atau istilah tertentu. Berkomunikasi dengan siapa? Dengan masyarakat umum, dan  dengan dunia ilmu jiwa perkembangan khususnya.
Atas dasar pandangan tersebut, bagi penyusun tulisan ini periodesasi perkembangan yang relatif cocok untuk membicarakan perihal kehidupan anak-anak kita, tidak lain adalah yang sesuai dengan klasifikasi jenjang pencliclikan formal, yaitu taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, dan  perguruan tinggi. Telah dimaklumi, masing-masing membutuhkan jarak waki t i 6 tahun. Hanya saja, setiap jarak waktu 6 tahun tersebut, bisa diperinci menjadi bagian yang lebih kecil lagi. Misalnya periode taman kanak-kanak yang biasany:i hanya membutuhkan waktu selama 2 tahun, tentu saja bisa diawali dengan pembicaraan tentang masa bagi, masa anak kecil, barn masa taman kanak-kanak itu sendiri. Demikian halnya, untuk periode sekolah dasar, sekolah menengah, dan  perguruan tinggi.
Dengan memperhatikan periodesasi yang dikemukakan oleh para ahli di atas baik yang ditinjau dari segi biologis, didaktis, dan  psikologis, maka dalam buku ini dibuat urut-urutan periode tersebut, sebagai berikut :
a.  Masa Intra Uterin (masa dalam. kandungan)
b. Masa Bayi
c.         Masa Anak Kecil
d.        Masa Anak Sekolah
e.         Masa Remaja
f.         Masa Dewasa dan  Lanjut Usia
Masing-masing masa tersebut akan dikemukakan ciri-ciri atau perubahan-perubahan yang dialami baik secara fisik maupun psikisnya.[11]



DAFTAR PUSTAKA


Qur’an dan Terjemahan, Bandung:  Dipenegoro, 2004

Ahmad, Abu dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembengan, Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 2009

Al-Jaraibah, Laila Binti Abdurrahman, Dunia Dan Akherat, Surakarta: Dan An-Naba, 2004

Hamdanah,Psikologi Perkembangan,2009, Malang : SETARA Press


[1] Hamdanah, Psikologi Perkembangan,2009, Malang : SETARA Press. Hal.2
[2] Abu Ahmad dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembengan, 2009, Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, hal.36
[3] Qur’an dan Terjemahan, Bandung:  Dipenegoro, 2004
[4] Ibid., hal.66-70
[5] Dra. Hj. Hamdanah, M.Ag. Psikologi Perkembangan, Malang: Setara Press, 2009.h. 70
[6] Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Perkemabangan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.h. 38
[7] Laila Binti Abdurrahman Al-Jaraibah, Dunia Dan Akherat, Surakarta: Dan An-Naba’.h.19
[8] Dra. Hj. Hamdanah, M.Ag. Psikologi Perkembangan, Malang: Setara Press, 2009.h. 70
[9] Ibid. h.72
[10] Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Perkemabangan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.h. 40
[11] Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Perkemabangan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.h. 72-75
 

Hai...cari pengetahuan atau cari tugas?

Pengetahuan anda akan bertambah, tugas anda akan terselesaikan...
Silahkan Klik di Sini